Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nilai-Nilai Kehidupan dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Menemukan Pandangan Pengarang dalam Novel  “Ronggeng Dukuh Paruk”

Karya Ahmad Tohari

Mungkin saat ini kalian sedang belajar menganalisa novel Ronggeng Dukuh Paruk terutama pelajaran kelas 12 SMA, nah... Pas banget nih. Saya akan berbagai mengenai nilai-nilai yang terdapat dalam novel tersebut, mungkin saja itu dapat bermanfaat.



Nilai kehidupan dalam novel ronggeng dukuh paruk
Buku Bahasa Indonesia Kelas 12 SMA

Berikut pandangan pengarang dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam aspek kehidupan yang menyangkut sosial, budaya, ekonomi, agama. 

1. Ekonomi 

  • Kekeringan

 Kedua unggas itu telah melayang berates-ratus kilometer mencari genangan air. Telah lama mereka merindukan amparan lumpur tempat mereka mencari mangsa ; katak, ikan, udang atau serangga air lainnya. (Paragraf 1)

Tumbuhan jenis kaktus ini justru hanya muncul di sawah sewaktu kemarau berjaya. (Paragraf 2)

Angin tenggara bertiup. Kering. Pucuk-pucuk pohon di pedukuhan sempit itu bergoyang. Daun kuning serta ranting kering jatuh. (Paragraf 4)

Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah-payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalahkan cengkeraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur. Kering dan membatu. (Paragraf 10)

“Percuma. Hanya sebatang linggis dapat menembus tanah sekeras ini,” ujar Warta. (Paragraf 12)

Udara kemarau makin malam makin dingin. (Paragraf 22)

  •  Kemiskinan

Namun kemarau belum usai. Ribuan hektare sawah yang mengelilingi Dukuh Paruk telah tujuh bulan kerontang. Sepasang burung bangau itu takkan menemukan genangan air meski hanya selebar telapak kaki. Sawah berubah menjadi padang kering berwarna kelabu. Segala jenis rumput, mati. (Paragraf 2)

Udara panas berbulan-bulan mengeringkan berjenis biji-bijian. Buah randu telah menghitam kulitnya, pecah menjadi tiga juring. (Paragraf 5)

“Air?” ejek Darsun, anak yang ketiga. “Di mana kau dapat menemukan air?” (Paragraf 13)

Singkong dengan umbi-umbinya yang hanya sebesar jari tercabut. (Paragraf 15)

Kemarau tidak disukai oleh bangsa binatang mengirap itu. Buah-buahan tidak mereka temukan. Seranggapun seperti lenyap dari udara. (Paragraf 20)

2. Sosial

  • Keterbelakangan

Dari tempatnya yang tinggi kedua burung bangau itu melihat Dukuh Paruk sebagai sebuah gerumbul kecil di tengah padang yang amat luas. Dengan daerah pemukiman terdekat, Dukuh Paruk hanya dihubungkan oleh jaringan pematang sawah, hampir dua kilometer panjangnya. Dukuh Paruk, kecil dan menyendiri. (Paragraf 20)

  • Sunyi

Dua puluh tiga rumah berada dipedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang seketurunan. (Paragraf 8)

Pelita-pelita kecil dinyalakan. Kelap-kelip di kejauhan membuktikan di Dukuh Paruk yang sunyi ada kehidupan manusia. (Paragraf 21)

  • Pantang Menyerah

Ketiganya mengusap telapak tangan masing-masing Dengan tekad terakhir mereka mencoba mencabut batang singkong itu kembali. (Paragraf 14)

  • Murah Hati

Rasus dan Warta mendapat dua buah, Darsun hanya satu. Taka ada protes. (Paragraf 17)

  •  Keakraban

Cahaya bulan menciptakan keakraban antara manusia dengan lingkup fitriyahnya. (Paragraf 22)


3. Budaya

  •  Memberikan Sesajen

Gumpalan abu kemenyan pada nisan kubur Ki Secamenggala membuktikan polah tingkah kebatinan orang Dukuh Paruk berpusat disana. (Paragraf 9)

4. Agama

  • Percaya Animisme

Semua orang Dukuh Paruk tahu Ki Secamenggala, moyang mereka, dahulu menjadi musuh kehidupan masyarakat. Tetapi mereka memujanya. Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung bukit kecil di tengah dukuh paruk menjadi kiblat kehidupan kebatinan mereka.

( Dalam novel ini unsur keagamaanya tidak terlalu ditampakkan, karena novel tersebut banyak menceritakan tentang warga Dukuh Paruk dengan kekentalan budaya yang sangat mempercayai nenek moyang dan animisme dalam kehidupannya ).

Kesimpulan

Sebuah desa terpencil yang bernama duku paruk, sebuah pedesaan yang masih kental dengan tradisi serta adat, pedesaan itu bernama Dukuh Paruk. Keterbelakangan desa ini dapat disaksikan dengan melihat masyarakatnya yang masih bermasa bodoh dengan yang namanya pernikahan, mungkin itu bisa disebabkan juga pendidikan yang masih kurang dengan berbagai problematika yang ada didalamnya. Kita dapat banyak belajar mengenai wujud kesyukuran dan desa dan pemikiran yang tertinggal, sehingga dapat memetik berbagai pelajaran didalamnya agar kelak dimasa depan lebih cerah.

Baca Juga : Pengertian teks berita beserta penjelasannya

Andi Aksa Perkenalkan nama saya Andi Muh. Aksa Asri atau yang dipanggil Aksa, saya adalah seorang pelajar dari salah satu sekolah Favorit di Makassar. Di blog yang saya bangun ini kami berusaha membuat artikel yang benar-benar berkualitas dan tentunya Original.

Post a Comment for "Nilai-Nilai Kehidupan dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk"