Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Apakah Semua Aturan Kehidupan Harus Syariat islam ?


Teman-teman, mungkin artikel ini akan sangat panjang. Namun, tetap stay yah semoga menjadi bekal ilmu dalam mempelajari agama Allah ini. Coba, ngemil-ngemil makanan atau buat minuman untuk menemani mu untuk membacanya. 

Ingat !! Setiap referensi yang kita baca akan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku kita secara otomatis, maka bacalah argumen yang baik kedepannya. Silahkan disimak pembahasan Mengenai syariat islam dalam kehidupan.

Teman-teman sekalian pernah enggak sih kebayang ketika dulu masih ada Imperium Romawi dan imperium Persia waktu Imperium Romawi terbentang kurang lebih lima juta km2 di sebelah barat dan imperium Persia. Terbentang kurang lebih 7,4 juta km2 di sebelah timur. Nah, pada saat itu ada suatu peradaban baru yang muncul di tengah-tengah raksasa-raksasa itu namanya peradaban Islam. Ternyata kurang dari 100 tahun, Islam bisa mengalahkan peradaban versi yang sudah dibangun selama ribuan tahun dan peradaban Romawi yang sudah dibangun lima ratusan tahun. 

Pertanyaannya: Apa yang menginspirasi mereka? Apa yang menjadi dorongan-dorongan mereka? Dan sekarang kita lihat justru Islam terpuruk dan tidak seperti pada dahulu kala kita lihat dalam sejarah. Inilah yang saya coba jawab dan teman-teman bisa baca di dalam buku saya "Beyond The Inspiration".  Sebenarnya Islam itu kayak sebuah pohon, "Kaifa dhoroballahu matsalan kalimatan thayyibatan ka sajarotin thayyibah" karena sesungguhnya Islam itu dimulai dengan sebuah perkataan yang baik, yaitu adalah kalimat syahadatain.

 Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa Asyhadu anna muhammadarrasulullah. Maka, ketika kita sudah mengucapkan itu ibarat Kita sedang menanam sebuah benih dari benih ini muncul "ashluhaa tsaabitun wafar'uhaa fissamaai tu'tiu kullaha kullahinim biidzni rabbiha", maka muncullah akar yang menghujam ke tanah yang mengokohkan pohon tersebut. Dari situ kemudian muncul sesuatu yang diatas tanahnya berupa cabang-cabang yang mengarah ke udara, lalu kemudian setiap cabang itu menghasilkan buah-buahan yang baik seizin dari pada Tuhannya. Ini adalah tentang Islam. 

Islam Ibarat Sebuah Pohon

Maka, kalau Islam itu kita ibaratkan seperti sebuah pohon, maka satu pohonnya tapi bisa jadi ada banyak cabang yang kita lihat. Itulah yang namanya syariat, karena syariat itu bisa jadi memang berbeda-beda dalam hal mengadopsinya. Kita sudah mengambil contoh bahwa kalau seandainya di zaman para sahabat saja, itu para sahabat memungkinkan berbeda dalam memahami satu dalil syariat, maka apatah lagi di zamannya kita. Di zaman kita tentu saja kita lebih banyak kemudian perbedaan itu karena kita tidak bisa langsung bertanya pada Rasulullah. 

Apakah semua aturan harus sesuai syariat

Hanya saja, kita pahami bahwa seluruh kehidupan manusia itu sudah diturunkan lengkap oleh Allah  aturannya dengan ayat di dalam Alquran dalam surat Al-Maidah "Alyauma akmaltu lakum diinakum Wa atmamtu alaykum nikmati waroditu lakumul Islamadina." "Pada hari ini telah kusempurnakan Agama-Ku bagimu, Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian semuanya, Kuridhoi Islam sebagai agama satu-satunya buat kalian. Berarti Islam sudah komprehensif. Islam sudah sempurna, sudah paripurna. Dia seperti sebuah bola yang kalau bola itu ditambah jadinya benjol kalau dikurangi jadinya penyok. 

Artinya Islam sudah baik sudah tinggal kita gali saja aturan- aturannya. Nah, kalau seandainya di zaman dulu ada perbedaan apalagi di zaman sekarang dan memang tidak bisa kita untuk pungkiri ada beberapa hal yang memang harus disesuaikan. Jadi, ketika berbicara tentang sunnah misalnya sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sunnah itu ada beberapa arti teman-teman sekalian. Jadi gini singkatnya ya dalam bahasa Arab kalau seandainya kata benda itu ada alif lam di depannya itu mengartikan kata benda itu jadi khusus. Kalau tidak ada alif lam di depannya maka, itu artinya adalah kata benda yang bersifat umum.

Contoh misalnya kalau "kitabun" misalnya. "Kitabun" artinya adalah buku. Kalau misal kita tambahin depannya alif lam jadi "al kitabu". Beda antara "kitabun" dengan "alkitabu". Kalau "kitabun" artinya buku mana saja. Tapi, kalau "alkitabu" artinya buku yang itu atau dalam bahasa Inggris teman-teman bisa setarakan dengan kata-kata "the" jadi "Al = the". Contoh misalnya, "moon" itu bulan, "book" itu buku. Beda dengan "the moon" atau "the book". Kalau misalnya "the book" ya berarti buku yang itu atau "the moon" adalah bulan yang itu bukan sembarang bulan atau sembarang buku. Sama kayak kata-kata "sunnah". 

Sunnah itu secara umum adalah artinya kebiasaan. Kalau kita berbicara tentang sunnah nabi berarti mungkin yang dimaksud adalah kebiasaan-kebiasaan nabi. Beda dengan as-sunnah, kalau as-sunnah bisa jadi menunjuk pada sunnah yang bersifat khusus yaitu adalah al-hadits misalnya yang dibagi menjadi tiga, yang seringkali kita baca di dalam buku-buku hadits yaitu adalah sohih, hasan, dhaif. Tapi, Oke lupakan saja semuanya kita nggak akan membahas terlalu detail. Kalau kita berbicara bisa tentang sunnah Rasulullah ini memungkinkan ada yang berbeda.

Contoh, misalnya ketika kita berbicara tentang tentang bagaimana sunnah rasul itu diteruskan oleh para sahabat yang kemudian para sahabat ini merasa bahwa dirinya tidak sebanding dengan Rasulullah. Ini tentunya adalah bagian daripada cara hidup Rasulullah untuk senantiasa kita itu menjadikan diri kita. Hamba pada Allah dan kita berkhidmat pada Rasulullah. Maka, di zamannya Abu Bakar ketika Abu Bakar menggantikan Rasulullah menjadi seorang khalifah misalnya. 

Ketika itu, beliau khotbah Jumat beliau tidak menempati posisi sebagaimana Rasulullah berdiri. Jadi, kalau Rasulullah berdiri Itu posisinya naik tiga anak tangga, maka ketika naik tiga anak tangga Rasulullah berkhotbah di sana Abu bakar nggak mau. Kenapa? Karena dirinya merasa bahwa dirinya cuma berkhidmat kepada Rasulullah dan ga akan pernah sebanding dengan Rasulullaah. Bahkan se mulia Abu Bakar pun merasanya begitu. Lalu beliau turun satu anak tangga. Maka, ketika beliau digantikan lagi oleh Khalifah Umar, Khalifah Umar merasa dia tidak sebanding dengan Abu Bakar maka dia pun turun lagi satu anak tangga lagi.

 Jadi, kalau ada tiga anak tangga ini sudah turun dua nih ketika zamannya Khalifah Umar. Ketika Khalifah Umar digantikan sama khalifah Utsman maka khalifah Utsman tidak turun lagi satu tangga, namun malah naik lagi menempati posisi seperti Rasulullah. Mulai ramai orang mengatakan, "wah ini berarti Usman enggak meniru sunnah para sahabat dan mengikuti sunnah Rasulullah" Karena rasulullah mengajarkan bahwa kita semua adalah berkhidmat kepadanya dan juga hamba Allah harusnya dia mengikuti seperti Abu Bakar yang turun satu anak tangga dan Umar yang turun satu anak tangga.

Apakah Usman merasa dirinya setara dengan Rasulullah dan di atas Abu Bakar dan di atas umat dan bahkan Abu Bakar? Ternyata tidak. Tapi, ada alasan yang lain. Alasannya Usman apa ?? ketika ditanya kenapa kamu naik anak tangga dan menempati seperti Rasulullah ketika berkhutbah Jum'at, maka Usman menjawab, iya karena kalau saya turun lagi gimana manusia bisa melihat saya? dan itupun sunnah. Kenapa? Karena bagian daripada dalil Islami. Karena manusia enggak bisa ngelihat beliau ketika beliau khotbah Jumat. 

Dan bayangkan kalau sunnah kayak begitu kemudian dilanjutkan ke bawah-bawah itu di Masjid Nabawi atau di Masjidil Haram itu gali berapa-berapa tangga ke bawah Kalau saja setiap setiap khalifah harus kemudian turun satu anak tangga. Kan gitu. Nah, artinya Islam tidak menutup diri daripada perubahan daripada sesuatu teknologi dari pada sesuatu hal yang bersifat tidak sama seperti di zamannya Rasulullah. Islam sangat adaptif sekali dan memang syariat memungkinkan orang-orang untuk jadi, adaptif. 

Jadi, sehingga kalau ada yang bilang oh kalau kita menerapkan Islam emang mau kembali ke jaman gurun? Ini orang yang salah paham. Kenapa? Justru syariat itu sangat modern sekali. Karena itulah bagian daripada sunnah Rasulullah untuk mengadopsi teknologi teknologi yang bebas nilai tapi tidak boleh mengadopsi segala sesuatu yang ada nilainya. Apalagi yang bernilai aqidah. Kenapa? Karena kita sudah tahu setelah datang Islam maka seluruh aturan-aturan lain menjadi tidak berharga, atau isme-isme lain menjadi tidak berharga. Kenapa? Karena semua sudah dicukupi dengan Islam. 

Contoh misalnya, kalau dia orang muslim mengadopsi komunisme. Jelas nggak bisa dan pasti bertentangan. Dia muslim atau dia Islam tapi mengadopsi kapitalisme, jelas nggak bisa karena bertentangan dengan Akidahnya. Nah, untuk kemudian hal-hal yang punya nilai aqidah kayak begini maka kita tidak boleh adopsi, tapi dalam perkara-perkara yang bersifat umum, Perkara -perkara yang bersifat tidak ada nilai secara akidah, maka kita boleh-boleh saja.

Contoh, Rasulullah mengadopsi teknologi manjaniq dari Persia, Umar Bin Khattab mengadopsi sistem administrasi Persia misalnya dan beberapa kaum muslimin kemudian mengadopsi teknik-teknik perang gaya Romawi misalnya dan segala macemnya. Ini adalah sesuatu yang boleh karena bebas nilai. Kayak sekarang bisa ada yang nanya Ustadz, boleh enggak kita mempelajari teknik berfile perfilman barat? Enggak ada masalah karena teknik perfilman mah umum. Yang tidak boleh mempelajari bagaimana film mereka bisa sukses.

Contoh misalnya, yang ada nilai ideologinya yang ada ukuran halal dan haram di sana. Seperti, kalau buat film itu harus ada unsur seksnya harus ada unsur-unsur erotisnya dan segala macam. Kita tidak meniru itu dan kita tidak masuk dalam itu. Sederhananya adalah teman-teman sekalian, Allah telah menjadikan Alquran dan alhadis itu menjadi cukup bagi kaum muslimin untuk mereka hidup. Ibarat Itu adalah sebuah manual instruction yang datang kepada manusia, Maka manusia itu akan baik selama mereka menaati Allah dan rasul-Nya. 

Maka, Allah menjamin itu dan Rasul juga menjamin itu. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kemudian menyampaikan "Taroktu fiikum Amrain" kami tinggalkan kepada kalian ada dua perkara "Lantadhillu abadan", kalian tidak akan pernah tersesat selamanya "Maa tamasaktum bihima", selama kalian berpegang teguh pada kedua hal ini. Apa itu? "kitabullaahi was sunnah", yaitu adalah yaitu adalah kitab-Nya Allah dan sunnah Rasulullah dalam arti Al Hadits tadi. 

Apakah Semua Aturan Kehidupan Harus Syariat islam ?

Kalau seandainya ada yang nanya lagi, Ustadz kalau seandainya syariat Islam tegak, berarti kenapa sekarang kamu masih kalau sekarang Islam belum tegak kenapa kamu masih berhenti ketika lampu merah itu berarti menaati aturan selain Allah dong. Jadi gini peraturan selain Allah berarti peraturan yang batil gampangnya seperti itu. Tapi, apakah peraturan -peraturan kayak lampu merah berhenti itu adalah peraturan selain Allah? 

Oke, kita lihat lingkup aturan Allah itu sampai di mana? Atau lingkup syariat Islam itu sampai dimana? Jadi gini, manusia hidup dua puluh empat jam sehari, tujuh hari dalam sepekan, dan tiga puluh sampai tiga puluh satu hari dalam satu bulan, 365 hari dalam setahun, kecuali tahun kabisat gitu kan ya. Tahun Kabisat 366 hari dalam setahun misalnya. Oke, kalau gitu kalau kita bayangin ya hidup 24 jam tujuh hari sepekan 30/31 hari sebulan 365 hari atau 366 hari dalam setahun. 

Pertanyaannya: di dalam waktu-waktu itu kapan kita menyembah kepada Allah ? jawabannya 24 jam sehari, tujuh hari sepekan, tiga puluh sampai tiga puluh satu hari dalam sebulan, dan tiga ratus enam puluh lima hari sampai tiga ratus enam puluh enam hari dalam setahun. Itulah kita menyembah pada Allah. Artinya tidak luput satu detik pun, tidak luput satu saat pun, kecuali kita dalam keadaan menyembah kepada Allah itu adalah pengetahuan kita maka Allah menyampaikan di dalam Alquran "wama kholaqtul jinna Wal Insa illaa liya'buduun", kami tidak menjadikan manusia dan jin itu ada, hidup, kecuali untuk menyembah kepada Kami. 

Maka tidak ada satupun purpose, tujuan daripada hidup kita kecuali untuk menyembah kepada Allah. Maka kita kemudian menyembah-Nya dengan cara apa? Dengan keseluruhan hidup kita. Berarti tidur itu bisa jadi penyembahan kepada Allah kalau kita niatkan dan kita lakukan dengan cara yang benar. Berarti makan itu bisa jadi penyembahan kepada Allah kalau kita niatkan dan kita lakukan dengan cara yang benar. Berarti mohon maaf beristri dan melakukan aktivitas-aktivitas suami-istri itu termasuk mencubitnya, termasuk berguyon dengannya, termasuk bercanda dengannya, termasuk ketika kita muji-muji dia, termasuk kita ya segala macem lah. Itu termasuk bagian dari pada penyembahan kalau kita niatkan dan sesuai dengan perintah Allah. 

Dari ini yang benar kita harus tahu ya 24 jam sehari dan seterusnya sampai tiga ratus enam puluh lima hari dalam setahun itu semuanya adalah penyembahan kepada Allah. Berarti lingkup aturan Allah juga ada di situ. Setiap kehidupan kita ini adalah lingkup syariat Islam. Maka, tidak ada satupun aktivitas yang tidak ada hukumnya disitu. Semua aktivitas ada hukumnya dan kita sudah tahu hukumnya salah satu diantara lima: satu wajib, dua sunnah atau mandub, nah ini sunnah yang lain lagi ya bukan sunnah yang tadi sunnah dalam arti mandub, yang ketiga adalah mubah atau boleh, yang keempat adalah makruh atau dibenci, yang kelima adalah Haram atau dilarang.

 Ini semua pasti ada hukumnya di antara 5 itu. Taunya dari mana? Dari belajar dari belajar fikih kita atau misalnya contoh makan babi itu haram, dari belajar fikih kita jadi tahu sebagian ulama mengatakan merokok itu makruh, sebagiannya lagi mengatakan Merokok itu haram. Contohnya lagi misalnya kita jadi tahu bahwa kalau saya sholat rowatib itu adalah sunnah muakkad. Kita jadi tahu bahwa qurban itu sunnah muakkad. Kita jadi tahu bahwa aqiqah itu juga termasuk sunnah, lalu kemudian kita jadi tahu shalat lima waktu menjadi wajib, kita jadi tahu main bola, nonton drakor, main Instagram itu menjadi sesuatu hal yang mubah. 

Kita jadi tahu gara-gara kita belajar. Nah setelah kita jadi tahu seluruh kehidupan kita ini berada dalam lingkup hukum syariat alias, Setiap aturan Sorry setiap aktivitas manusia itu pasti ada aturannya, itu lingkup besarnya. Kalau gitu bagi-baginya berdasarkan apa? Oke bagi baginya berdasarkan kayak gini. Kita bagi tiga kehidupan kita, kita bagi tiga kehidupan kita. Nanti akan saya sampaikan apa dalilnya. Kan kalau di dalam Islam kan mudah. Dari kemarin kita sudah bahas kalau ada dalil ikuti; kalau enggak ada dalil berarti jangan ikutin. Jadi intinya adalah dalilnya. Kita tuh taat sama Allah. Berarti kalau sama Allah harus ada dalilnya. 

Baca Juga: Islam RadikalVS Islam Moderat, Apa itu ??

Dalilnya diantara empat Quran, Al Hadits, kemudian ijma' para shahabat atau qiyas. Oke kita bahas. Hidup kita dibagi tiga: yang pertama adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan baik dan buruk, berkaitan dengan baik dan buruk, haq dan bathil. 

  Baik Buruk, Benar Salah, Dalam Timbangan Syariat

Berkaitan dengan baik dan buruk berkaitan dengan perkara-perkara yang ada dosa dan ada pahala. Oke, ini yang pertama

Yang kedua, hidup kita itu berkaitan dengan masalah benar dan salah. Kalau bahasa Inggrisnya right or wrong, benar dan salah atau tepat dan tidak tepat gitu ya. Ini adalah yang kedua. 

Yang ketiga, itu berkaitan dengan sesuatu selain keduanya, yang bersifat indah atau tidak indah gitu kan ya, bagus atau tidak bagus, dan seterusnya. 

Oke kalau gitu kita lihat. Yang pertama, berkaitan dengan hak dan batil, berkaitan dengan masalah baik dan buruk, maka tidak boleh ada satupun manusia yang ikut campur menentukan kecuali Allah. Allah yang menentukan mana baik dan berpahala mana buruk yang dapat dosa. Perkara-perkara itu tidak boleh ada yang lain yang menentukan kecuali Allah. Maka kalau seandainya kita berbicara tentang masalah baik atau buruk semua itu pasti ada hukum Allahnya dan Allah yang menentukan kesemuanya.

Contoh misalnya, darimana kita tahu salat itu baik? karena Allah yang menentukan. Dari mana kita tahu bahwa membunuh itu buruk? Karena Allah yang menentukan. Tapi bisa jadi baik? Bisa kalau Allah menentukan. Dari mana kita tahu bahwa maling itu adalah sesuatu yang buruk? Karena Allah yang menentukan. Maka dalam perkara ini Islam sangat strict

Islam katakan "Al haqqu mirrobbikum", sesungguhnya yang namanya kebenaran itu datang daripada Tuhan kalian tidak datang daripada yang lain. Felix Shiaw tidak bisa menentukan baik dan buruk. Bahwa kemudian saya tidak bisa menentukan yang mana yang dosa dan yang mana yang pahala. Semuanya adalah hak prerogatif Allah dan tidak boleh ada satupun manusia menentukan itu. 

Pernah terjadi ketika kemudian kasusnya Adi bin Hatim yang di dalam surat At-taubah Allah sampaikan "Ittakhodzu ahbarokum waruhbanahum arbaban mindunillaah" mereka orang-orang itu Nasrani dan orang-orang Yahudi mereka menjadikan rahib-rahib mereka dan menjadikan pembesar-pembesar mereka, itu sebagai kemudian penentu penentu benar dan salah, penentu Haq dan batil, penentu baik dan buruk selain daripada Allah. 

Artinya, aktivitas kayak gini menentukan halal dan haram tidak boleh manusia, tidak boleh oleh siapapun kecuali Allah subhanahuwata'ala. Jelas ya. Ini yang pertama. Al Haq dan batil gitu kan. Al-batil dan al-haq ini semua yang menentukan adalah Allah subhanahuwata'ala. 

Dalam hal yang kedua dalam urusan benar dan salah, right or wrong, maka Allah dan rasul-Nya memberikan hukum syariat ini pada para ahlinya. Suatu waktu Rasulullah sedang melihat orang lagi menyerbukan kurma, maka kemudian Rasulullah sampaikan ngapain, udah biarkan aja, biarkan alamiah aja. 

Maka, kemudian orangnya bilang kalau tidak saya lakukan penyerbukan ini ya Rasulullah maka tipe yang ini tidak akan berbuah. Maka, Rasulullah menyatakan pada dia ya sudah "Antum a'lamu Bi umuriddunya kum", maka kamu lebih tahu atas urusan dunia kalian, kamu lebih tahu tentang urusan kamu ini, karena kamu ahli dalam bidang pertanaman maka kamu buatlah seperti yang kamu suka. 

Maka ini adalah berkaitan dengan masalah ahli. Yang kedua kalau ini berkaitan dengan masalah benar dan salah serahkan pada ahlinya Jangan tanya kepada Al-quran jangan buka Al-qur'an tanya sama ahlinya. Akar pangkat 4 tanya sama ahli matematika akar pangkat 91, tanya sama matematika, jangan buka Alquran surat ke-9 ayat ke-1 jawabannya apa. Jelas ya. 

Maka, kadang-kadang ini kebalik balik ada orang pernah nannya pada saya, Ustadz, mohon maaf Ustadz, besok saya mau ujian apa ayat yang harus dibaca? saya bilang belajar karena sebab-akibat itu berkaitan dengan masalah right and wrong. Jawaban Anda itu sangat tergantung dengan benar dan salah maka belajar. Setelah belajar ya kalau doa mah setiap hari kita juga harus berdoa untuk kemudian ke kelancaran urusan-urusan kita, minta ampun pada orang tua dan segala hal itu memang juga harus, tapi yang berkaitan dengan benar dan salah Anda harus belajar. 

Contoh lagi kayak gini, Anda mau bangun Anda mau bangun rumah Anda mau bangun tiga tingkat di sebuah tempat tempatnya bisa contoh tanahnya di daerah Bogor, taruhlah misalnya. Jangan kemudian buka Al-qur'an Berapa jauh Anda harus untuk bikin pondasi? Jangan buka Al-qur'an. Kenapa? Karena Alquran dan juga al-hadits Allah dan rasul-Nya sudah nyuruh anda untuk nyari ahli di situ cari ahlinya tanya pada dia: saya mau bangun rumah 3 tingkat, saya harus bangun pondasi sampai berapa dalam? Maka dia yang bisa jawab. Jangan kebalik-balik. 

Dalam urusan baik dan buruk Anda nanya ahli. Salah. Dalam Oh, ini mohon maaf ya, Pak ahli saya mau nanya kalau membunuh orang tuh boleh atau tidak? Allah dan rasul-Nya sudah menurunkan apa yang kemudian aturan aturannya untuk oleh diartikan oleh manusia manusia untuk memberikan hukum dalam perkara-perkara baik dan buruk. Maka, kalau perkara-perkara baik dan buruk, jangan tanya manusia, jangan percaya sama manusia. 

Ada manusia yang bilang misalnya: Oh kita tuh nggak boleh kayak begini karena ini negara adalah negara Indonesia, karena negara Indonesia berarti kita harus pakai hukum konstitusi di atas hukum agama. Enggak bisa. Dalam Islam hukum agama perkara baik dan buruk itu harus nurut Islam. Kenapa? Karena seorang muslim dia ketika mati dia tidak akan ditanya tentang konstitusi yang dia ditanya adalah perbuatannya sesuai dengan apa yang Allah turunkan, karena Allah sudah sampaikan "fahkum bainahum bima anzalallaah" maka hukumilah diantara kalian dengan menggunakan hukum Allah bukan hukum yang lain. 

Maka baik dan buruk itu harus menggunakan apa yang telah Allah turunkan. Memutuskan diantara manusia tentang perkara baik dan buruk itu harus dengan (yang) Allah turunkan. Tapi berkaitan dengan masalah bener dan salah maka carilah ahlinya di situ. Jangan sok tahu, jangan bisa bisaan. 

Kalau misalnya untuk masalah ekonomi mau buka mau buka usaha mau buka bisnis, tempatnya dimana, modalnya berapa, cara dagangnya kayak gimana. Jangan minta wiridan, tapi datengilah ahli bisnis, tanya pada dia bagaimana caranya untuk buka bisnis yang bagus. Jangan kemudian kita malah ya malah buka Al-Quran terus baca dan segalanya. Enggak, itu enggak berkaitan dengan benar dan salah. Tapi boleh nggak, Ustadz? boleh-boleh saja ujung-ujungnya rizky semua dari semua dari Allah. 

Toh kita mau bisnis, kita nggak bisnis, kita tetep aja taat sama Allah kan. Kita bisnis, kita nggak bisnis toh tetep aja kita sedekahkan? Kita bisnis dan gak bisnis toh tetep aja kita tahajud kan? Gitu loh maksudnya, Artinya ini kemudian cara Islam mengaturnya. Maka ketika Rasulullah menyampaikan "Antum a'lamu biumurid dunyakum" anda lebih tahu tentang urusan dunia kalian. Ini artinya membagi. Kalau orang ahli itu harus dilibatkan dalam perkara-perkara keahlian. 

Contoh lagi misalnya. Suatu saat ketika perang perang Badar ketika Perang Badar maka kemudian Rasulullaah punya suatu strategi. Ketika melihat strategi Rasulullah maka para sahabat bertanya pada Rasulullah ketika sudah melihat ini ada sahabat yang bertanya pada Rasulullah, "Yaa Rasulullah, Mohon maaf ini wilayah wilayah Wahyu atau ini cuma pendapat manusia?" ini Wahyu atau pendapat manusia ibaratnya gini para sahabat dengan berkata "Ya Rasulullah ini wilayah baik dan buruk atau wilayah benar dan salah" gitu ya ini wilayah pertama atau wilayah kedua. 

Karena para sahabat tahu kalau ini wilayah pertama enggak bisa diprotes, tapi kalau ini wilayah yang kedua, ini bisa diprotes, karena Rasulullah tetap manusia biasa yang punya ke pengetahuan, walaupun pengetahuan beliau dibimbing oleh Wahyu makanya mereka tanya, ini Wahyu atau bukan maka Rasul bilang ini strategi manusia biasa. Ini strategi saya. Nah, kata para sahabat kalau ini strategi berarti ini masuk wilayahnya yang tadi kan ya wilayah yang bersifat benar dan salah maka saya punya strategi yang lebih bagus, Kan gitu kan ya. 

Baca Juga : Kebutuhan VS Keinginan Dalam Islam

Maka para sahabat nanya dulu kalau ini sudah keputusan Allah Oh nggak bisa kita ubah - ubah enggak bisa. Allah sudah menyampaikan di dalam Alquran tidak pantas bagi orang-orang mukmin dan mukminat yang ketika mereka sudah diamanahi oleh Allah dan rasul-nya suatu keputusan mereka punya keputusan yang lain nggak bisa. Tapi, kalau ini bersifat manusiawi bersifat benar dan salah mereka bilang "Saya punya sebuah strategi yang lebih joss, gimana ya Rasulullah?" "Oh, boleh silakan saja", kata Rasulullaah "gimana strategimu?" itu rasulullah.

Tapi kalau berkaitan dengan masalah Wahyu udah berkaitan dengan yang bagian pertama enggak ada tawar-menawar. Ketika perjanjian hudaibiyah itu sahabat-sahabat banyak yang banyak yang hatinya itu enggak pong banyak yang hatinya itu masih mengganjal termasuk yang paling besar ganjelannya adalah Umar bin khatab. Umar orang paling berani dia menyaksikan bahwa kemudian ketika perjanjian hudaibiyah banyak hal yang dia gak suka, dia merasa Rasulullah benar-benar punya posisi negatif disitu, udah mau nyabut pedang aja kerjaannya, mau dipenggali itu kemudian Suhail bin Amru ketika perjanjian hudaibiyah. 

Tapi, Rasulullah tahan-tahan setelah selesai perjanjian hudaibiyah dia masih ganjel maka dia dan kepada Abubakar "Abubakar Apa kamu gak ganjal" kira-kira gitulah "Ya saya mah kalau sudah Allah dan Rasul putuskan, mau gimana lagi? Saya ikut aja." lalu Umar datang pada Rasulullah lalu bertanya pada rasul dengan satu pertanyaan yang agak ngegas. Apa pertanyaannya Umar? Umar bertanya ini "Ya Rasulullah, "Bener nggak kamu Rasulullah," kata Rasul "iya, saya Rasulullah" biasa aja gitu kan ya "Iya saya Rasulullah." "Bener nggak bahwa kita akan di menangkan atas mereka? "bener" "Bukankah mereka itu adalah orang-orang kafir?" "Iya" "dan kita beriman?" "Iya" "kenapa kamu terima?" .

Rasulullah berkata ini sudah keputusannya Allah kalau sudah keputusannya allahmu apalagi gitu lo kalau sudah keputusan Allah ya tugas kita cuma meyakini bahwa di di keputusan ini akan ada hasil yang terbaik. Emang iya pada ujungnya Umar nyesel dan dia berkata, Waduh saya itu kenapa ya bisa berlaku kayak begitu kenapa karena ujung-ujungnya perjanjian hudaibiyah tuh Maknyus. Kenapa karena aturan Allah karena Allah yang paling tahu tentang manusia dan Allah paling tahu tentang Apapun yang terjadi maka Pasti baik bagi manusia.

Maka, keyakinan orang muslim kalau sudah keputusan Allah pasti manfaat pasti maslahat. Tapi kalau sudah maksiat kepada Allah tidak ada kebaikan di situ tidak ada kebaikan di dalam sesuatu yang bermaksiat kepada Allah. Maka, orang muslim tuh gitu lihat dulu, ini wilayah pertama atau wilayah kedua nih kalau wilayah pertama itu, Wahyu Ya sudah Sami'na wa atho'na walaupun saya punya pendapat yang lain samina Wa atokna tapi kalau sudah wilayah kedua. Oke kita Aduh data, aduh strategi, Aduh yang paling ahli, siapa di bidang ini enggak apa-apa akar pangkat 91. Debatlah disitu !

Karena itu berkaitan dengan benar dan salah. Tapi jangan pernah debat tentang baik dan buruk, tentang al-haq dan al-bathil karena itu semua sudah oleh menentukannya. itu pertama dan kedua. Eh, kalau yang ketiga apa? wilayah ketiga adalah wilayah yang ya Semua orang bisa terlibat disitu, tentang jelek dan tidak jelek bagus dan tidak bagus indah dan tidak indah disitu wilayah lampu merah. Yang tadi ditanya disitu wilayah lampu merah jadi lampu merah cuma masalah kesepakatan dan kesepakatan itu Allah dan rasul-nya udah nyalahin Siapapun boleh kalau kesepakatan. 

Kita mau ngangkat ketua kelas siapa itu bukan hukum Allah, kenapa itu kesepakatan juga boleh nggak ada masalah. Saya mau ngangkat ini aja karena ganteng ya nggak apa-apa, saya mau ngangkat ini aja karena karena dia pintar, Oke kita mau bentuk Majelis Taklim baju kita boleh nggak warna merah dan biru Ustadz? Boleh-boleh saja enggak ada masalah tergantung kesepakatan Anda. Nggak perlu pakai hukum Allah di situ, karena itu masalah kesepakatan dan kesepakatan semua orang bisa bersuara, Semua orang bisa berselera disitu. Nah, kalau gitu letaknya musyawarah tuh Dimana letaknya musyawarah itu di wilayah nomor atau wilayah nomor tiga disitu Anda bisa bermusyawarah tapi kalau sudah wilayah nomor satu enggak ada musyawarah.

Jadi, contoh kalau situasi normal enggak ada COVID besok hari Jumat, besok Jumat kira-kira kita salat Jumat atau tidak? Mari kita musyawarahkan antum sudah sesat bahwa jadi bermusyawarah dalam perkara yang sudah wajib kita nanti malam nanti kita magrib salat enggak ya kita musyawarah dulu yuk. Ndak bisa kenapa musyawarah tuh cuma dalam perkara-perkara nomor 2 dan nomor tiga, tapi dalam perkara yang sudah ditentukan oleh Allah, gimana caranya musyawarah. Orang sudah diwajibkan mau dimusyawarahkan kita musyawarah. 

Kita mau ikut Romadhon puasa wajib nggak itu nggak perlu dimusyawarahkan, memusyawarahkan sesuatu sudah jelas itu namanya pembangkangan malah namanya adalah maksiat kepada Alla. Jadi nggak ada masalah nggak semua aturan-aturan yang tidak ada di dalam Alquran itu semuanya adalah aturan thogut nggak gitu juga termasuk namanya lampu merah, KTP, administrasi, bersifat umum. Semua itu adalah berkaitan dengan kesepakatan saja, perut berkaitan dengan musyawarah.

Penutup

 Nah makanya kemudian kalau kita mau belajar ke terus belajar benar-benar sampai di titik mana kemudian kita memahami bahwa ini aturan Allah. Bagian pertama, yang bagian kedua yang mana, dan bagian yang ketiga yang mana. Nah mudah-mudahan kita diberikan Allah kemudahan untuk senantiasa tawadhu untuk senantiasa membuka diri kita untuk mau belajar dan tidak menjadi orang-orang yang tertipu dengan amal-amal dan tertipu dengan keyakinannya.

 Mudah-mudahan Allah senantiasa merahmati mudah-mudahan Allah senantiasa memudahkan kita semuanya mudah-mudahan Allah menjadikan kita semuanya termasuk orang-orang yang senantiasa mencari ridho Allah subhanahu wa ta'ala dengan cara memperbaiki niat dan memperbaiki amal kita senantiasa. 

Setelah mengetahui sebenarnya bagaimana itu syariat islam lebih dalam, apalagi baik buruknya dalam pandangan syariat.  

Baca juga : Kekuatan Referensi Dalam Islam 

By: Ustadz Felix Siauw


 

Andi Aksa Perkenalkan nama saya Andi Muh. Aksa Asri atau yang dipanggil Aksa, saya adalah seorang pelajar dari salah satu sekolah Favorit di Makassar. Di blog yang saya bangun ini kami berusaha membuat artikel yang benar-benar berkualitas dan tentunya Original.

Post a Comment for "Apakah Semua Aturan Kehidupan Harus Syariat islam ?"